Idulfitri dan Semangat Ukhuwah Wathaniyah Masjid Aljihad Graha Rafles

Idulfitri dan Semangat Ukhuwah Wathaniyah

Khutbah Pertama

الله اكبر الله اكبر الله اكبر -- الله اكبر الله اكبر الله اكبر -- الله اكبر الله اكبر الله اكبر

الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا اله الا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعزّ جنده وهزم الأحزاب وحده، لا اله الا الله الله أكبر الله أكبر ولله الحمد.

الحمد لله الذي حرّم الصيام أيام الأعياد ضيافة لعباده الصالحين، أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له الذي أعدّ الجنة للمتقين، وأشهد أن سيدنا ومولانا محمدا عبده ورسوله الداعي إلى الصراط المستقيم. أللهم فصل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد.

فيا أيها الحاضرون أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون، واتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون. قال الله تعالى في القرآن الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هدىكم ولعلكم تشكرون (البقرة: ١٨٥). صدق الله العظيم وصدق رسوله الكريم ونحن على ذلك من الشاهدين، والحمد لله رب العالمين.

Hadirin kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah

Pertama-tama mari kita panjatkan puji dan syukur ke hadlirat ilahi rabbi, Rabbil ‘izzati, Allah Swt, Yang Mahamulia, yang keagungan dan kekuasaan-Nya amat sangat kita rasakan, khususnya ketika saat ini dua kali Idulfitri kita masih belum benar-benar bisa keluar dari suasana pandemi.

Bersyukur karena kita masih diberi kesempatan mereguk nikmat-Nya, terlebih nikmat sehat, sementara sebagian saudara-saudara kita saat ini ada yang masih berjuang melawan keganasan Covid-19. Mari kita doakan, semoga semua saudara-saudara kita itu segera diberikan kesembuhan, para petugas medis juga semoga diberikan kekuatan dan ketabahan, serta bangsa kita dapat segera keluar dari situasi sulit yang cukup menyesakkan.

Bagi kita umat Muslim Indonesia, rasa syukur juga semakin berlipat karena pada situasi pandemi di tahun kedua ini, alhamdulillah sebagian umat Muslim Indonesia yang berada di zona aman telah kembali dapat menjalankan ibadah salat Idulfitri secara terbuka, di masjid-masjid, atau di lapangan terbuka, meski diterapkan dengan sejumlah pembatasan dan adaptasi protokol kesehatan, demi kemaslahatan. Kita tahu, sebagian saudara-saudara Muslim di negeri lain, mungkin mengalami situasi yang jauh lebih sulit dari kita.

Adaptasi yang kita jalani ini tentu dimungkinkan berkat adanya komitmen kita bersama di dalam menjaga jiwa dan keselamatan sesama, dan berkat sikap serta pilihan rasional kita untuk senantiasa menyeimbangkan antara keyakinan bahwa untuk bisa selamat dari ujian pandemi, di satu sisi sebagai umat beragama kita harus berserah diri, tawakkal, dan berdoa kepada Allah Swt, dan di sisi lain, sebagai makhluk yang berakal, kita harus berikhtiar semaksimal mungkin menjalankan protokol kesehatan. Dalam Islam, iman dan akal bukan untuk dihadap-hadapkan, melainkan saling menguatkan untuk menciptakan kemaslahatan.

Shalawat serta salam, mari kita selalu lantunkan bagi junjungan kita, teladan kita, Nabi besar Muhammad, Saw, pemimpin yang seluruh tarikan napas dan ajaran-ajarannya didedikasikan untuk mempersatukan umat dan masyarakatnya yang sangat majemuk, yang terdiri dari beragam suku, kabilah, dan keyakinan yang berbeda-beda. 

Kini, ajaran Rasulullah Saw. itu telah jauh melampaui zaman, dan melewati batas-batas geografis, hingga sampai di negeri kita yang tercinta, Indonesia, yang jauh lebih majemuk dibanding negeri mana pun di dunia. Kita pun dapat menyerap nilai-nilai luhur yang disabdakannya, serta meneladani akhlakul karimah yang dicontohkannya dalam menjunjung tinggi harkat dan nilai-nilai kemanusiaan serta dalam menciptakan perdamaian.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد

Ma’asyiral muslimin wal muslimat. Jemaah Idulfitri rahimakumullah,

Pada hari ini kita merayakan Idulfitri. ‘Id artinya kembali. 

سمي العيد عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد

“‘Id dinamakan ‘kembali’ karena ia kembali setiap tahun, dengan kebahagiaan yang diperbaharui”. Adapun al-fitr artinya berbuka, serumpun dengan kata ifthar, berbuka puasa. Dinamakan demikian karena Idulfitri adalah hari pertama di mana kita dilarang berpuasa, setelah sebulan penuh kita menjalani ibadah puasa Ramadan. Karenanya, sumber-sumber Arab menyebut pengertian Idulfitri sebagai: 

اليوم الأول الذي يبدأ به الإفطار للصائمين ويحرم الصوم فيه

Idulfitri adalah “hari pertama dimulainya kembali berbuka bagi orang-orang yang berpuasa, serta (hari) diharamkan puasa di dalamnya”.

Dalam setiap kembalinya hari raya Idulfitri, umat Muslim Indonesia khususnya sering saling mengucapkan doa:

تقبل الله منا ومنكم وجعلنا وإياكم من العائدين والفائزين المقبولين كل عام وأنتم بخير 

Doa itu mengandung semangat untuk saling mendoakan agar seluruh ibadah kita di bulan suci Ramadan khususnya, diterima oleh Allah Swt, serta memberikan dampak kemenangan, kebaikan, dan kemaslahatan bagi kita di sepanjang zaman.

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Dalam Idulfitri pertama yang dirayakan oleh umat Islam pada tahun kedua Hijriah, atau tahun 624 M, Rasulullah Saw dan para sahabatnya baru saja kembali dari perang Badar, salah satu peristiwa bersejarah di mana umat Muslim yang jumlahnya masih sangat terbatas, terpaksa harus mempertahankan diri menghadapi musuh, demi menegakkan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang sedang diperjuangkan.

Berkat disiplin dan kepatuhan terhadap strategi yang dijalankan oleh Nabi Muhammad Saw, kaum muslimin memperoleh kemenangan meski dengan pasukan yang sangat kecil, dan bahkan sebagian para sahabat sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan. Dalam perjalanan sejarah, kemampuan mempertahankan diri dan kemenangan dalam perang Badar itu kelak amat sangat penting karena menjadi tonggak lahirnya optimisme para sahabat Nabi dalam memperjuangkan nilai-nilai luhur ajaran Islam, yang sejatinya ditujukan untuk menegakkan keadilan dan perdamaian.

Bagi kita, umat Muslim Indonesia, hari raya Idulfitri ini sudah selayaknya dirayakan sebagai sebuah kemenangan, tentu bukan kemenangan dari sebuah peperangan fisik, karena konteks zamannya sudah berbeda. Bukan juga semata kemenangan pribadi yang telah berhasil menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, atau individu yang telah berhasil menahan hawa nafsu, melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah kemenangan sebagai sebuah bangsa karena hingga hari ini alhamdulillah kita berhasil merawat kebersamaan dalam semangat persaudaraan.

Kita sangat menyadari, betapa tidak mudahnya merawat kebersamaan di tengah masyarakat yang sangat majemuk, lebih majemuk dibanding masyarakat Arab ketika Rasulullah Saw mulai mengemban misi kenabian (nubuwwah), 14 abad yang lalu. Sebagai umat yang saat ini berjumlah mayoritas di Indonesia, adalah tugas kita bersama, umat Muslim Indonesia, untuk memberikan teladan bahwa semakin kita taat beragama, semakin kita bisa merawat semangat persaudaraan, dan semakin kita saleh secara pribadi, maka semakin kita bisa memberikan kontribusi pada terciptanya kemaslahatan bersama.

Kita meyakini bahwa keragaman manusia adalah anugerah dari Allah Swt, yang dicipta sebagai ujian agar kita saling mengenal, dan saling belajar untuk menggapai derajat takwa, sebagaimana firman-Nya:

يأيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا، إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم خبير (الحجرات: ١٣)

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Pandemi akibat Covid-19 sungguh telah menjadi batu ujian tersendiri bagi kita. Banyak perubahan radikal yang terjadi, bukan hanya di bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan saja, melainkan juga perubahan cara kita beragama, cara kita berinteraksi, dan perubahan yang melahirkan pemahaman dan tafsir keagamaan yang sangat beragam.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang sangat majemuk ini, keragaman tafsir keagamaan seringkali melahirkan potensi konflik yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan. Sebagai umat beragama, memang kita menyadari sepenuhnya bahwa keragaman tafsir keagamaan adalah hal yang niscaya, justru berkat keragaman itu pula kita mewarisi peradaban Islam yang sangat kaya. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, dan jika masing-masing kita ingin menang sendiri, dan jika masing-masing kita hanya bisa menuntut, bukan memberi, maka alih-alih membawa rahmat, keragaman itu bukan tidak mungkin menimbulkan kerusakan dan mafsadat.

Untuk itu, mari kita jadikan momentum Idulfitri di masa pandemi ini sebagai batu loncatan agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik, bisa menjadi umat yang lebih baik, bisa menjadi bangsa yang lebih baik, yang lebih mengedepankan kebersamaan, gotong royong, guyub, ketimbang pertikaian dan perselisihan. Kita tidak boleh lupa bahwa ujian selalu dimaksudkan sebagai proses seleksi, untuk memilih dan memilah, siapa yang lulus dan siapa yang gagal. Sebagai sebuah bangsa, kita harus punya tekad dan persepsi yang sama bahwa kita harus lulus menjalani ujian pandemi covid-19 ini. Kita harus menjadi individu yang lebih baik, menjadi masyarakat yang lebih, dan menjadi bangsa yang lebih baik.

Pandemi, yang sudah bersama kita dalam dua tahun terakhir ini, seyogyanya kita jadikan sebagai kesempatan untuk mewujudkan sabda Rasulullah Saw, bahwa:

خير الناس أنفعهم للناس

“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi sesamanya”

Di masa pandemi, kita sudah tunjukkan bahwa kita bisa saling bantu membantu menyelamatkan nyawa sesama, tanpa memandang suku, etnis, budaya, dan agamanya. Percayalah, solidaritas sebangsa dan setanah air ini adalah juga merupakan salah satu esensi ajaran Islam yang paling utama. Umat Islam Indonesia sangat beruntung karena mewarisi jargon-jargon yang tidak membenturkan keyakinan agama dengan komitmen berbangsa. Para ulama kita tidak hanya giat menyerukan keharusan menjaga persaudaraan sesama muslim (ukhuwah islamiyah), melainkan juga persaudaraan sesama warga bangsa (ukhuwah wathaniah), dan bahkan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah insaniah/basyariah).

Ini tentu sejalan dengan semangat persaudaraan yang disampaikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu, yang ia sampaikan kepada Malik al-Asytar, Gubernur Mesir. Saat itu, Sayyidina Ali sedang menjabat sebagai Khalifah keempat dari para Khulafa al-rasyidin. Ia berkata:

الناس صنفان :إما أخ لك في الدين أو نظير لك في الخلق

“Manusia hanya ada dua golongan: apakah ia saudaramu seagama, atau ia saudaramu sesama manusia”. 

Terlebih antarsesama muslim, kita memiliki tanggungjawab personal dan sosial untuk merawat tali persaudaraan itu. Setajam apapun perbedaan tafsir keagamaan antara muslim satu dengan lainnya, mereka adalah saudara kita. Perbedaan memang sebuah keniscayaan, namun kasih sayang dan cinta sebagai sesama saudara, apalagi yang didasarkan pada satu keyakinan agama yang sama, seyogyanya dapat mempersatukan, tanpa harus menyamakan. 

Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman:

وَجَبَت مَحَبَّتِي لِلمُتَحَابِّين فِيَّ، وَالمُتَجَالِسِينَ فِيَّ، وَالمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ، وَالمُتَبَاذِلِينَ في

“Cinta-Ku (Allah Swt) Kupersembahkan bagi orang yang saling menyayangi karena Aku, orang yang mau duduk bersama karena Aku, orang yang sukahati saling mengunjungi karena Aku, dan orang yang ikhlas bergantian berbagi karena Aku.”

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah 

Latihan ruhani (riyadlah) melalui puasa dan amaliah di bulan suci Ramadan tidak cukup hanya untuk menjadikan kita saleh secara pribadi, karena kita adalah bagian dari bangsa besar ini secara keseluruhan. Kita juga harus saleh secara sosial.

Kita harus benar-benar meyakini sepenuh hati bahwa sebagai Muslim Indonesia, kita tidak mungkin dapat menunaikan kewajiban keagamaan (ibadah mahdlah) kita, jika perdamaian tidak tercipta di negeri yang kita cintai ini. 

Pertikaian, kerusuhan, apalagi yang disertai dengan tindakan kekerasan, justru akan mengganggu pelaksanaan kewajiban ibadah kita sebagai hamba, kepada Yang Mahakuasa. Karenanya, menjaga kerukunan dengan sesama saudara sebangsa, atau yang kita sebut sebagai ukhuwah wathaniyah, itu bukan lagi semata penunaian kewajiban kewargaan, melainkan juga berubah menjadi kewajiban agama.

Dalam sebuah kaidah ushul fiqh dijelaskan:

ما لا يتم الواجب الا به فهو الواجب 

“Sesuatu yang menjadi perantara ditunaikannya sebuah kewajiban, maka ia menjadi wajib pula hukumnya”.

Demikianlah, semoga kita bisa memaknai “kemenangan” di hari raya Idulfitri kali ini, bukan semata kemenangan pribadi, melainkan kemenangan bersama, kemenangan sebagai umat, dan kemenangan sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga, setelah melalui ujian berat ini, kita bisa memperoleh kemenangan, dan naik kelas menjadi sebuah bangsa besar, bangsa yang meyakini bahwa mengamalkan ajaran agama adalah cara kita menjaga Indonesia, sebagaimana menunaikan kewajiban negara adalah wujud pengamalan ajaran agama.

Mari kita bermuhasabah dan mawas diri. Jangan sampai dinamika kehidupan yang kita jalani, termasuk adanya ujian pandemi, membuat kita lengah, tercerai berai, dan melemahkan diri dan bangsa ini. Kita harus yakin, bahwa semua yang kita jalani adalah  ujian agar kita bisa berubah menjadi lebih baik.

Dalam al-Quran, Allah Swt berfirman:

تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيئ قدير. الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا، وهو العزيز الغفور (الملك: ١-٢)

“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya lah segala kekuasaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.

Akhirnya, dengan menjalani dua kali idul fitri di masa pandemi ini, mari kita bertafakkur dan meyakini bahwa tidak ada yang sia-sia dengan Kehendak-Nya. Banyak cara Allah Swt menguji hamba-Nya, agar menjadi hamba yang saleh, yang semakin teguh dalam meyakini ajaran agamanya, dan semakin erat tali persaudaraan dengan sesamanya.

ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار (آل عمران: ١٩١) 

“Ya Tuhan kami,  tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

 

Khutbah Kedua

الله اكبر الله اكبر الله اكبر -- الله اكبر الله اكبر الله اكبر

الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا، لا اله الا الله الله اكبر، الله اكبر ولله الحمد

الحمد لله حمدا كثيرا كما أمر، وأشهد أن لا اله اله إلا الله وحده لا شريك له إرغاما لمن جحد به وكفر، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الخلائق والبشر. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم المحشر. أما بعد.

فيا أيها الحاضرون أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون، وافعلوا الخيرات واجتنبوا عن السيئات.

واعلموا أن الله أمركم بأمر بدأ فيه بنفسه وثنّا بملائكته المسبّحة بقدسه، فقال الله تعالى في كتابه الكريم أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم، إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما، اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين وعلى التابعين وتابعي التابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين برحمتك يا أرحم الراحمين.

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات ويا قاضى الحاجات. 

اللهمّ ادْفعْ عنّا اْلبلاء والوباء والزّلازل والمحن وسوء الفتنة والمحن ما ظهر منها وما بطن عن بلدنا اندونيسيَّا خآصّة وبلدان المسلمين وسائر البلدان عامة يا رب العالمين. اللهم أصلح لنا ديننا الذي هوعصمة أمرنا وأصلح لنا دنيانا التي فيها معاشنا وأصلح لنا آخرتنا التي إليها معادنا، اللهم اجعل الحياة زيادة لنا في كل خير واجعل الموت راحة لنا من كل شر.

اللهم أصلح أئمتنا وولاة أمورنا، وآمنّا في أوطاننا ودورنا وبلّغنا مما يرضيك آمالَنا واختم بالباقيات الصالحات أعمالنا، اللهم احفَظ بلادَنا إندونيسيا من كل سوء ومكروه، وأدم علينا الأمن والاستقرار، وجنبنا جميعا كل ما يؤدي إلى تباعد القلوب وتباغُضها، اللهم اجمع كلمتنا على الحق، واطفئ مشاعل الفتنة، وسد مسارب الفوضى، واجعلنا صفا واحدا على كل من أراد الشر لبلادنا يا أرحم الراحمين.

Ya Allah ya Tuhan Kami. Baguskanlah para pemimpin dan pemerintah kami. Jadikan tanah air dan rumah kami aman, damai dan sentosa

Kabulkan cita-cita bangsa kami dan Engkau rela atasnya. Akhiri hidup kami dengan amal-amal saleh

Ya Allah. Lindungi negeri kami, Indonesia, dari segala petaka dan keburukan. Jadikan negeri ini selalu aman dan stabil. Jauhkan kami semua dari segala yang memisahkan hati kami

Ya Allah. Persatukan tekad kami untuk berjalan di atas kebenaran. Padamkan bara api kebencian. Tutuplah segala sumber petaka.

Jadikan kami satu barisan untuk menghentikan pihak yang akan merusak negeri kami. Wahai Yang Maha Pengasih

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب، ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. 

عباد الله إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر يعذكم لعلكم تذكرون فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يشكركم ولذكر الله أكبر.  


Sumber: Kemenag.go.id

Idulfitri dan Semangat Ukhuwah Wathaniyah